Jumat, 28 September 2012

Senyawa Alkaloid


Senyawa Alkaloid

 
Senyawa kimia terutama senyawa organik hasil metabolisme dapat
dibagi dua yaitu yang pertama senyawa hasil metabolisme primer, contohnya
karbohidrat, protein, lemak, asam nukleat, dan enzim. Senyawa kedua adalah
senyawa hasil metabolisme sekunder, contohnya terpenoid, steroid, alkaloid
dan flavonoid.

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar
alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil
dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.
Selanjutnya dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896
dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di dalam tumbuh-
tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas.
Senyawa ini terdiri atas karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar
diantaranya mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip dengan
alkali (bersifat basa) dikarenakan adanya sepasang elektron bebas yang
dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan sepasang elektronnya.
Kesulitan mendefinisikan alkaloid sudah berjalan bertahun-tahun. Definisi
tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan bahwa sebagai
hasil kemajuan ilmu pengetahuan, istilah yang beragam senyawa alkaloid
akhirnya harus ditinggalkan (Hesse, 1981).

Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat,
berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning).
Alkaloid sering kali optik aktif, dan biasanya hanya satu dari isomer optik yang
dijumpai di alam, meskipun dalam beberapa kasus dikenal campuran rasemat,
dan pada kasus lain satu tumbuhan mengandung satu isomer sementara
tumbuhan lain mengandung enantiomernya (Padmawinata, 1995).

Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan
higrina. Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga
mempunyai sifat farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa

sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi sebagai

antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai stimulan

syaraf (Ikan, 1969).

Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik

perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan

pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir

sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai kemungkinan perannya dalam

tumbuhan sebagai berikut (Padmawinata, 1995):

1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam

urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali,

sekarang tidak dianut lagi).

2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan

nitrogen meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami

metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.

3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan

parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti

yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan

konsep yang direka-reka dan bersifat ‘manusia sentris’.

4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur,

beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid

merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.

5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar

bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan

kesetimbangan ion dalam tumbuhan. Sejalan dengan saran ini, pengamatan

menunjukkan bahwa pemberian nikotina ke biakan akar tembakau

meningkatkan pengambilan nitrat. Alkaloid dapat pula berfungsi dengan

cara pertukaran dengan kation tanah.

Sampai saat ini sangat sedikit sekali alkaloid yang ditemukan pada

tumbuhan tingkat rendah. Kemungkinan hanya satu atau dua famili dari jamur

saja yang mengandung alkaloid, seperti ergot. Pada golongan alkaloid indol,

bufotenin, juga ditemukan dalam jamur yaitu spesies Amanita mappa, selain

yang ditemukan pada tumbuhan (Piptadenia pergrina) dan katak (Bufo

vulgaris). Pada garis besarnya, campuran senyawa nitrogen yang ditemukan

pada jamur dan mikroorganisme dapat dianggap sebagai alkaloid, tetapi hal ini

tidaklah biasa. Contoh lain senyawanya adalah: gliotoksin (jamur Trichoderma

viride), pyosianin (bakteri Pseudomonas aeruginosa) dan erythromisin hasil

dari Streptomyces (Ikan, 1969).

Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah nitrogen yang

biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan

bagian dari cincin heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid seperti dinyatakan

di atas perlu dikaji dengan hati-hati. Karena banyak senyawa heterosiklik

nitrogen lain yang ditemukan di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya

pirimidin dan asam nukleat, yang kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan

sebagai alkaloid (Achmad, 1986).


Metode pemurnian dan karakterisasi alkaloid umumnya

mengandalkan sifat kimia alkaloid yang paling penting yaitu kebasaannya, dan

pendekatan khusus harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid (misalnya

rutaekarpina, kolkisina, risinina) yang tidak bersifat basa. Alkaloid biasanya

diperoleh dengan cara mengekstrasi bahan tumbuhan memakai asam yang

melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan dapat dibasakan

dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa bebas diekstraksi dengan

pelarut organik seperti kloroform, eter, dan sebagainya. Beberapa alkaloid

jadian/sintesis dapat terbentuk jika kita menggunakan pelarut reaktif. Untuk

alkaloid yang dapat menguap seperti nikotina dapat dimurnikan dengan cara

penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutan dalam air yang bersifat

asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan kemudian alkaloid diekstraksi

dengan pelarut organik sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut

dalam air tertinggal dalam air (Padmawinata, 1995).

Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid

bebas biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan proto

alkaloid larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti

benzena, eter, kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut

dalam pelarut organik polar (Cordell, 1981).

Hingga kini belum ada pendefinisian tunggal dan penggolongan yang

jelas dari alkaloid. Dalam bukunya, Matsjeh (2002) menerangkan beberapa

klasifikasi alkaloid, diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di

dalam struktur alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis)

dan hubungannya dengan asam amino.

Berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid, alkaloid

dapat dibagi atas 5 golongan:

1. Alkaloid heterosiklis

2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis

3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina

4. Alkaloid peptida

5. Alkaloid terpena

Dari lima golongan di atas, alkaloid heterosiklis adalah yang terbesar

dan yang terkecil adalah alkaloid putressina, spermidina, dan spermina. Ini

dapat dilihat dari jumlah anggota dari masing-masing golongan seperti

diterangkan di bawah ini:

1. Alkaloid heterosiklis

Alkaloid heterosiklis merupakan alkaloid dengan atom nitrogennya terdapat

dalam cincin heterosiklis. Alkaloid hetrosiklis dibagi menjadi:

a. Alkaloid pirolidin

b. Alkaloid indol

c. Alkaloid piperidin

d. Alkaloid piridin

e. Alkaloid tropan dan basa yang berhubungan

f. Alkaloid histamin, imidazol dan guanidin

g. Alkaloid isokuinolin

h. Alkaloid kuinolin

i. Alkaloid akridin

j. Alkaloid kuinazolin

k. Alkaloid izidin

2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis

a. Eritrofleum

b. Fenilalkilamina

c. Kapsaisin

d. Alkaloid dari jenis kolkina

3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina

4. Alkaloid peptida

5. Alkaloid terpena dan steroid

Sedangkan berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan hubungannya

dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: (1) True

alkaloid, (2) Proto alkaloid, dan (3) Pseudo alkaloid. Ciri-ciri dari ketiga kelas

alkaloid adalah sebagai berikut:

1. True alkaloid

Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan

fisiologis yang besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam

cincin heterosiklis, turunan asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya

terbentuk di dalam tumbuhan sebagai garam dari asam organik. Tetapi ada

beberapa alkaloid ini yang tidak bersifat basa, tidak mempunyai cincin

heterosiklis dan termasuk alkaloid kuartener yang lebih condong bersifat

asam. Contoh dari alkaloid ini adalah koridin dan serotonin.

2. Proto alkaloid

Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; mempunyai struktur amina

yang sederhana, di mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di

dalam cincin heterosiklis, biosintesis berasal dari asam amino dan basa,

istilah biologycal amine sering digunakan untuk alkaloid ini. Contoh dari

alkaloid ini adalah meskalina dan efedrina.

3. Pseudo alkaloid

Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam

amino dan umumnya bersifat basa. Contohnya adalah kafeina


    Karakterisasi Senyawa Alkaloid

Sebelum melakukan karakterisasi terhadap senyawa kimia yang

terkandung dalam jamur tiram putih yang diperkirakan mengandung senyawa

hasil metabolit sekunder yaitu alkaloid, terlebih dahulu melakukan isolasi

maserasi, kromatografi lapis tipis (KLT), dan kromatografi kolom. Kemudian

untuk karakterisasi senyawa kimia tersebut dilakukan dengan alat

 spektrofotometer ultraviolet-visibel (UV-vis), spektrofotometer infra merah
(IR), spektrometer resonansi magnetik inti 1H (1H NMR) dan kromatografi gas (GC).

 
DAFTAR PUSTAKA
Hesse, M. 1981. Alkaloid Chemistry. Toronto: John Wiley and Sons, Inc.
Ikan, R. 1969. Natural Product A Laboratory Guide. Jerussalem: Israel
Universities Press.
Padmawinata, K. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung:
Penerbit ITB (Terjemahan dari Robinson, T. 1991. The Organic
Constituens of Higher Plant, 6th ed).
Matsjeh, S. 2002. Kimia Hasil Alam Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan
Falvonoid, Terpenoid dan Alkaloid. Jogjakarta: Jurusan Kimia FMIPA
UGM.
Cordell, A. 1981. Introduction to Alkaloid, A Biogenetic Approach, A Wiley
Interscience Publication. New York: John Wiley and Sons, Inc.