Senyawa Alkaloid
Senyawa kimia terutama senyawa organik hasil metabolisme dapat
dibagi dua yaitu yang pertama senyawa hasil metabolisme primer, contohnya
karbohidrat, protein, lemak, asam nukleat, dan enzim. Senyawa kedua adalah
senyawa hasil metabolisme sekunder, contohnya terpenoid, steroid, alkaloid
dan flavonoid.
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar
alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil
dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.
Selanjutnya dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896
dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di dalam tumbuh-
tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas.
Senyawa ini terdiri atas karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar
diantaranya mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip dengan
alkali (bersifat basa) dikarenakan adanya sepasang elektron bebas yang
dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan sepasang elektronnya.
Kesulitan mendefinisikan alkaloid sudah berjalan bertahun-tahun. Definisi
tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan bahwa sebagai
hasil kemajuan ilmu pengetahuan, istilah yang beragam senyawa alkaloid
akhirnya harus ditinggalkan (Hesse, 1981).
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat,
berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning).
Alkaloid sering kali optik aktif, dan biasanya hanya satu dari isomer optik yang
dijumpai di alam, meskipun dalam beberapa kasus dikenal campuran rasemat,
dan pada kasus lain satu tumbuhan mengandung satu isomer sementara
tumbuhan lain mengandung enantiomernya (Padmawinata, 1995).
Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan
higrina. Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga
mempunyai sifat farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa
sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi sebagai
antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai stimulan
syaraf (Ikan, 1969).
syaraf (Ikan, 1969).
Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik
perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan
pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir
sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai kemungkinan perannya dalam
tumbuhan sebagai berikut (Padmawinata, 1995):
1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam
urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali,
sekarang tidak dianut lagi).
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan
nitrogen meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami
metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.
3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan
parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti
yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan
konsep yang direka-reka dan bersifat ‘manusia sentris’.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid
merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.
5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar
bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan
kesetimbangan ion dalam tumbuhan. Sejalan dengan saran ini, pengamatan
menunjukkan bahwa pemberian nikotina ke biakan akar tembakau
meningkatkan pengambilan nitrat. Alkaloid dapat pula berfungsi dengan
cara pertukaran dengan kation tanah.
perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan
pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir
sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai kemungkinan perannya dalam
tumbuhan sebagai berikut (Padmawinata, 1995):
1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam
urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali,
sekarang tidak dianut lagi).
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan
nitrogen meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami
metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.
3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan
parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti
yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan
konsep yang direka-reka dan bersifat ‘manusia sentris’.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid
merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.
5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar
bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan
kesetimbangan ion dalam tumbuhan. Sejalan dengan saran ini, pengamatan
menunjukkan bahwa pemberian nikotina ke biakan akar tembakau
meningkatkan pengambilan nitrat. Alkaloid dapat pula berfungsi dengan
cara pertukaran dengan kation tanah.
Sampai saat ini sangat sedikit sekali alkaloid yang ditemukan pada
tumbuhan tingkat rendah. Kemungkinan hanya satu atau dua famili dari jamur
saja yang mengandung alkaloid, seperti ergot. Pada golongan alkaloid indol,
bufotenin, juga ditemukan dalam jamur yaitu spesies Amanita mappa, selain
yang ditemukan pada tumbuhan (Piptadenia pergrina) dan katak (Bufo
vulgaris). Pada garis besarnya, campuran senyawa nitrogen yang ditemukan
pada jamur dan mikroorganisme dapat dianggap sebagai alkaloid, tetapi hal ini
tidaklah biasa. Contoh lain senyawanya adalah: gliotoksin (jamur Trichoderma
viride), pyosianin (bakteri Pseudomonas aeruginosa) dan erythromisin hasil
dari Streptomyces (Ikan, 1969).
tumbuhan tingkat rendah. Kemungkinan hanya satu atau dua famili dari jamur
saja yang mengandung alkaloid, seperti ergot. Pada golongan alkaloid indol,
bufotenin, juga ditemukan dalam jamur yaitu spesies Amanita mappa, selain
yang ditemukan pada tumbuhan (Piptadenia pergrina) dan katak (Bufo
vulgaris). Pada garis besarnya, campuran senyawa nitrogen yang ditemukan
pada jamur dan mikroorganisme dapat dianggap sebagai alkaloid, tetapi hal ini
tidaklah biasa. Contoh lain senyawanya adalah: gliotoksin (jamur Trichoderma
viride), pyosianin (bakteri Pseudomonas aeruginosa) dan erythromisin hasil
dari Streptomyces (Ikan, 1969).
Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah nitrogen yang
biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan
bagian dari cincin heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid seperti dinyatakan
di atas perlu dikaji dengan hati-hati. Karena banyak senyawa heterosiklik
nitrogen lain yang ditemukan di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya
pirimidin dan asam nukleat, yang kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan
sebagai alkaloid (Achmad, 1986).
biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan
bagian dari cincin heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid seperti dinyatakan
di atas perlu dikaji dengan hati-hati. Karena banyak senyawa heterosiklik
nitrogen lain yang ditemukan di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya
pirimidin dan asam nukleat, yang kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan
sebagai alkaloid (Achmad, 1986).
Metode pemurnian dan karakterisasi alkaloid umumnya
mengandalkan sifat kimia alkaloid yang paling penting yaitu kebasaannya, dan
pendekatan khusus harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid (misalnya
rutaekarpina, kolkisina, risinina) yang tidak bersifat basa. Alkaloid biasanya
diperoleh dengan cara mengekstrasi bahan tumbuhan memakai asam yang
melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan dapat dibasakan
dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa bebas diekstraksi dengan
pelarut organik seperti kloroform, eter, dan sebagainya. Beberapa alkaloid
jadian/sintesis dapat terbentuk jika kita menggunakan pelarut reaktif. Untuk
alkaloid yang dapat menguap seperti nikotina dapat dimurnikan dengan cara
penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutan dalam air yang bersifat
asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan kemudian alkaloid diekstraksi
dengan pelarut organik sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut
dalam air tertinggal dalam air (Padmawinata, 1995).
pendekatan khusus harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid (misalnya
rutaekarpina, kolkisina, risinina) yang tidak bersifat basa. Alkaloid biasanya
diperoleh dengan cara mengekstrasi bahan tumbuhan memakai asam yang
melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan dapat dibasakan
dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa bebas diekstraksi dengan
pelarut organik seperti kloroform, eter, dan sebagainya. Beberapa alkaloid
jadian/sintesis dapat terbentuk jika kita menggunakan pelarut reaktif. Untuk
alkaloid yang dapat menguap seperti nikotina dapat dimurnikan dengan cara
penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutan dalam air yang bersifat
asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan kemudian alkaloid diekstraksi
dengan pelarut organik sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut
dalam air tertinggal dalam air (Padmawinata, 1995).
Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid
bebas biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan proto
alkaloid larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti
benzena, eter, kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut
dalam pelarut organik polar (Cordell, 1981).
bebas biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan proto
alkaloid larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti
benzena, eter, kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut
dalam pelarut organik polar (Cordell, 1981).
Hingga kini belum ada pendefinisian tunggal dan penggolongan yang
jelas dari alkaloid. Dalam bukunya, Matsjeh (2002) menerangkan beberapa
klasifikasi alkaloid, diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di
dalam struktur alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis)
dan hubungannya dengan asam amino.
jelas dari alkaloid. Dalam bukunya, Matsjeh (2002) menerangkan beberapa
klasifikasi alkaloid, diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di
dalam struktur alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis)
dan hubungannya dengan asam amino.
Berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid, alkaloid
dapat dibagi atas 5 golongan:
1. Alkaloid heterosiklis
2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis
3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina
4. Alkaloid peptida
5. Alkaloid terpena
Dari lima golongan di atas, alkaloid heterosiklis adalah yang terbesar
dan yang terkecil adalah alkaloid putressina, spermidina, dan spermina. Ini
dapat dilihat dari jumlah anggota dari masing-masing golongan seperti
diterangkan di bawah ini:
1. Alkaloid heterosiklis
Alkaloid heterosiklis merupakan alkaloid dengan atom nitrogennya terdapat
dalam cincin heterosiklis. Alkaloid hetrosiklis dibagi menjadi:
a. Alkaloid pirolidin
b. Alkaloid indol
c. Alkaloid piperidin
d. Alkaloid piridin
e. Alkaloid tropan dan basa yang berhubungan
f. Alkaloid histamin, imidazol dan guanidin
g. Alkaloid isokuinolin
h. Alkaloid kuinolin
i. Alkaloid akridin
j. Alkaloid kuinazolin
k. Alkaloid izidin
dapat dibagi atas 5 golongan:
1. Alkaloid heterosiklis
2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis
3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina
4. Alkaloid peptida
5. Alkaloid terpena
Dari lima golongan di atas, alkaloid heterosiklis adalah yang terbesar
dan yang terkecil adalah alkaloid putressina, spermidina, dan spermina. Ini
dapat dilihat dari jumlah anggota dari masing-masing golongan seperti
diterangkan di bawah ini:
1. Alkaloid heterosiklis
Alkaloid heterosiklis merupakan alkaloid dengan atom nitrogennya terdapat
dalam cincin heterosiklis. Alkaloid hetrosiklis dibagi menjadi:
a. Alkaloid pirolidin
b. Alkaloid indol
c. Alkaloid piperidin
d. Alkaloid piridin
e. Alkaloid tropan dan basa yang berhubungan
f. Alkaloid histamin, imidazol dan guanidin
g. Alkaloid isokuinolin
h. Alkaloid kuinolin
i. Alkaloid akridin
j. Alkaloid kuinazolin
k. Alkaloid izidin
2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis
a. Eritrofleum
b. Fenilalkilamina
c. Kapsaisin
d. Alkaloid dari jenis kolkina
a. Eritrofleum
b. Fenilalkilamina
c. Kapsaisin
d. Alkaloid dari jenis kolkina
3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina
4. Alkaloid peptida
5. Alkaloid terpena dan steroid
Sedangkan berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan hubungannya
dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: (1) True
alkaloid, (2) Proto alkaloid, dan (3) Pseudo alkaloid. Ciri-ciri dari ketiga kelas
alkaloid adalah sebagai berikut:
1. True alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan
fisiologis yang besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam
cincin heterosiklis, turunan asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya
terbentuk di dalam tumbuhan sebagai garam dari asam organik. Tetapi ada
beberapa alkaloid ini yang tidak bersifat basa, tidak mempunyai cincin
heterosiklis dan termasuk alkaloid kuartener yang lebih condong bersifat
asam. Contoh dari alkaloid ini adalah koridin dan serotonin.
dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: (1) True
alkaloid, (2) Proto alkaloid, dan (3) Pseudo alkaloid. Ciri-ciri dari ketiga kelas
alkaloid adalah sebagai berikut:
1. True alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan
fisiologis yang besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam
cincin heterosiklis, turunan asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya
terbentuk di dalam tumbuhan sebagai garam dari asam organik. Tetapi ada
beberapa alkaloid ini yang tidak bersifat basa, tidak mempunyai cincin
heterosiklis dan termasuk alkaloid kuartener yang lebih condong bersifat
asam. Contoh dari alkaloid ini adalah koridin dan serotonin.
2. Proto alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; mempunyai struktur amina
yang sederhana, di mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di
dalam cincin heterosiklis, biosintesis berasal dari asam amino dan basa,
istilah biologycal amine sering digunakan untuk alkaloid ini. Contoh dari
alkaloid ini adalah meskalina dan efedrina.
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; mempunyai struktur amina
yang sederhana, di mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di
dalam cincin heterosiklis, biosintesis berasal dari asam amino dan basa,
istilah biologycal amine sering digunakan untuk alkaloid ini. Contoh dari
alkaloid ini adalah meskalina dan efedrina.
3. Pseudo alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam
amino dan umumnya bersifat basa. Contohnya adalah kafeina
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam
amino dan umumnya bersifat basa. Contohnya adalah kafeina
Karakterisasi Senyawa Alkaloid
Sebelum melakukan karakterisasi terhadap senyawa kimia yang
terkandung dalam jamur tiram putih yang diperkirakan mengandung senyawa
hasil metabolit sekunder yaitu alkaloid, terlebih dahulu melakukan isolasi
maserasi, kromatografi lapis tipis (KLT), dan kromatografi kolom. Kemudian
Sebelum melakukan karakterisasi terhadap senyawa kimia yang
terkandung dalam jamur tiram putih yang diperkirakan mengandung senyawa
hasil metabolit sekunder yaitu alkaloid, terlebih dahulu melakukan isolasi
maserasi, kromatografi lapis tipis (KLT), dan kromatografi kolom. Kemudian
untuk karakterisasi senyawa kimia tersebut dilakukan dengan alat
spektrofotometer ultraviolet-visibel (UV-vis), spektrofotometer infra merah
(IR), spektrometer resonansi magnetik inti 1H (1H NMR) dan kromatografi gas (GC).
DAFTAR PUSTAKA
Hesse, M. 1981. Alkaloid Chemistry. Toronto: John Wiley and Sons, Inc.
Ikan, R. 1969. Natural Product A Laboratory Guide. Jerussalem: Israel
Universities Press.
Padmawinata, K. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung:
Penerbit ITB (Terjemahan dari Robinson, T. 1991. The Organic
Constituens of Higher Plant, 6th ed).
Matsjeh, S. 2002. Kimia Hasil Alam Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan
Falvonoid, Terpenoid dan Alkaloid. Jogjakarta: Jurusan Kimia FMIPA
UGM.
Cordell, A. 1981. Introduction to Alkaloid, A Biogenetic Approach, A Wiley
Interscience Publication. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar